11 Apr. 2013

deskripsi ekspositoris


Cerita  628

September, 2011 mulailah perkuliahan hari pertama di kampus ini. Aku mendapat kelas di ruang 628. Ruang kelas ini berada di lantai 6, dekat dengan tangga dan lift. Menurutku ruang ini cukup strategis, karena toilet tak jauh dari ruang kelas ini dan mushola pun dekat dengan kelas ini. Hari pertama kulewati dengan menaiki tangga untuk sampai di ruang kelas 628. Keramaian di lift yang membuatku memutuskan untuk menaiki tangga. Lelah yang kudapat karena banyaknya anak tangga yang kulewati.

Namun, lelahku sepertinya akan terbayarkan karena aku akan bertemu dengan teman-teman baru disini. Sampailah aku di depan pintu 628, pintu yang terbuat dari kaca berwarna hitam dan pegangan pintunya seperti terbuat dari alumunium layaknya pintu-pintu mini market. Dengan bertuliskan angka 628 di atas kertas berwarna putih yang ditempelkan di pintu. Kemudian, aku membuka pintu itu seraya mengucapkan salam. Saat ku membuka pintu mataku langsung tertuju pada kursi-kursi anak kuliahan itu yang berwarna hitam dan mejanya berwarna putih. Lebih dari 20 kursi aku lihat di kelas ini, kemudian aku berjalan masuk ke dalam dan memilih salah satu kursi untukku duduki. Aku duduk di kursi barisan kedua dari depan, suasananya masih sepi karena belum ada mahasiswa yang datang selain aku.

Kini aku seperti berada di tengah-tengah kelas ini, sehingga aku dapat mengalihkan pandanganku kemana saja. Ruang kelas ini tidak begitu luas, tetapi cukup untuk menaruh sekitar 50 kursi. Aku merasa dingin di kelas ini, lalu aku menoleh ke sebelah kiri dan ternyata AC-nya hidup entah berapa derajat. Lalu, ku alihkan pandanganku ke sebelah kanan, ternyata ada satu buah kipas angin juga disini. Ruangan ini memiliki dua white board yang berada di depanku, warna cat kelas ini hampir kontras dengan warna baju yang ku pakai yaitu cream. Terdapat pula meja panjang berwarna coklat yang aku rasa meja itu disiapkan untuk dosen. Aku mulai mengalihkan pandanganku ke langit-langit kelas, penerangan kelas ini diterangi oleh dua lampu neon yang panjang dan dua lampu neon biasa. Aku merasa ruangan ini begitu pengap, setelah ku lihat aku hanya menemukan dua ventilasi udara yang terbuat dari kaca, modelnya seperti pintu kelas hanya saja ini berukuran lebih kecil dan berada di tengah-tengah di atas dinding, tidak ada jendela disini.

Mahasiswa lain pun mulai berdatangan dengan berbagai macam gaya mereka berpakaian dan cara mereka bersosialisasi. Kali ini aku duduk di sekeliling mahasiswa yang lain, hampir semua wanita dalam kelas ini memakai hijab sepertiku. Ruang kelas ini memiliki 40 mahasiswa terdiri dari 21 perempuan dan 19 laki-laki, aku tahu setelah aku menghitungnya. Tak lama dosen perempuan cantik pun datang, ia memakai kemeja berwarna putih yang di masukkannya ke dalam rok yang berwarna abu-abu, penampilannya makin terlihat cantik dengan menggunakan hijab yang dililitkan ke belakang dengan rapih dan wedges yang tak begitu tinggi menemani langkahnya dan ayunan tangannya yang menjinjing tas menuju ruang 628. Karena ini perkuliahan hari pertama dosen cantik itu mulai memperkenalkan dirinya. Dengan seksama aku memperhatikannya sambil memegang pulpen hitam di tangan kanan ku dan buku yang ada di atas mejaku.

Setelah selesai perkenalan dosen,tiba saatnya giliran mahasiswa yang memperkenalkan dirinya sambil berdiri di depan mahasiswa lain termasuk aku. Perkenalan pun berlangsung dengan baik, tapi ada satu mahasisiwa laki-laki berkulit putih, rambutnya gaya masa kini, memakai kaos berkerah berwarna abu-abu tua dengan lambang polo yang ada di kaosnya, serta jeans hitam dan sepatu kets yang menemaninya. Dia mulai memperkenalkan dirinya dengan berdiri di sebelah kanan di dekat tembok sambil mengepal-ngepal tangannya ke depan. Menurutku laki-laki ini tengil, tapi dari sekian mahasiswa yang memperkenalkan diri hanya laki-laki ini yang memberikan kesan dengan pengucapan namanya yang seperti logat orang jawa, walaupun sebenarnya dia bukan orang jawa. Hari-hari kulewati di ruang 628 ini, namun tak sedikitpun aku berpikir untuk menemukan kawan hati disini. Entah kebetulan atau tidak ternyata laki-laki tengil itu yang menjadi kawan hatiku. Semua cerita yang terjadi di ruangan ini aku rangkum menjadi kebahagiaan.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking